Wednesday 23 October 2013

Saksikan Aku Seorang Muslim Pejuang


Jalan pejuang bukan jalan yang mudah.

Jalan pejuang bukan jalan yang mulus.

Jalan pejuang bukan jalan yang santai.




Jalan pejuang adalah jalan yang membuat kita bersusah-susah.

Jalan pejuang adalah jalan yang membuat kita layaknya batu karang di pantai.

Jalan pejuang adalah jalan yang menyita waktu untuk istirahat.




Dan karena itu lah kita disebut pejuang.




Semua susah meski bermandi darah, takkan menyurutkan semangat seorang pejuang.

Semua peluh yang bercampur airmata, takkan mengguyahkan idealisme tuk menegakkan kebenaran walau jalannya penuh onak dan duri.

Semua usaha yang dilakukan senantiasa dilakukan hanya karena Illah. Lillahi ta'ala.




"Saksikan aku seorang muslim pejuang."

~2013. Jatinangor. 22.40 WIB.

Wednesday 22 May 2013

Akan Ada Hari...

Untuk tulang rusukku…

Akan ada hari dimana Allah menjadi saksi saat kulingkarkan simbol ikatan suci dijarimu yang kupilih. Walau kau tak sesempurna Khadijah.

Akan ada hari dimana kau lingkarkan pula sumpah setia dijariku yang kau pilih sebagai imammu. Walau aku tak semulia Muhammad.

Akan ada hari dimana kau gelar sajadahmu dan sajadahku, kita bersujud dalam sepenggal waktu yang sama dan doa yang terucap dariku kau amini dalam hati satu shaf di belakangku.

Akan ada hari dimana selalu kunanti alunan rasa cintamu dan rasa syukur karena-Nya telah memberi cinta yang kutujukan padamu.

Akan ada hari dimana kau akan mengerang kesakitan sebelum muncul sosok mungil yang kelak mewarisi sebagian parasku dan sebagian tingkahmu.

Akan ada hari dimana kita akan melihat nisan dan memesan sepetak lahan berdampingan untuk nanti ketika esok tak ada lagi.

Akan ada hari dimana salah satu diantara kita menghadap Illahi.

Dan aku akan sabar menanti.

Semoga Allah mengizinkan Sakinah bersamamu hadir suatu hari nanti hingga kelak dikumpulkan kembali sampai di surga-Nya nanti.


~Dari berbagai sumber

Friday 26 April 2013

Untuk Uje

Subuh ini ku terbangun
Menghirup udara pagi ku bersyukur
Nyawa ini masih melekat di badan
Masih ada hari untuk memperbaiki diri

Langit masih gelap di luar kamar
Namun tumbuhan dan serangga itu seakan menyapa,
"Shabahul khair ya khalifah :)."

Ku basuh diri ini dengan air wudhu
Sebagai bentuk persiapanku
Untuk menjumpai diri-Nya
Bercengkrama dalam ketenangan shalat

Kata demi kata cinta ku ucapkan pada-Nya
Usai shalat ku tadahkan tangan seraya tersenyum
Mengutarakan syukur dan meminta do'a

Indahnya ku awali hari ini
Entah kenapa ada rasa yang berbeda
Hati ini seakan berfirasat
Merasakan akan adanya kehilangan

Pukul enam pagi di hari Jum'at
Sebuah berita mengguncangkan hati
Menguras air mata, memaksa mulut tuk berucap
"Innalillahi wa innailaihi raji'uun."

Hari Jum'at pukul dua dini hari
Sepeda besi yang kau tunggangi hilang kendali
Mengantarkanmu ke depan pintu
Pintu untuk kembali pulang ke sisi-Nya

Diusiamu yang baru saja empat puluh
Seakan memang sudah umur itu tubuh

Kembali ku basuh diri ini dengan wudhu
Ku gelar sajadah kembali ku tadahkan tangan
Dalam do'aku untukmu ku bisikkan,
"Selamat jalan duhai guruku, Ustadz Jefri Al Buchori."



~Jatinangor, 26 April 2013, 09.17 WIB




Friday 15 February 2013

Tulisan-tulisan tanggal 14 Ferbruari 2013


jadi harga hal yang kalian bilang "cinta" itu cuma seharga coklat di swalayan? Wah, murah banget dong berarti? #14Februari

oooh,,jadi coklatnya itu penuh kenangan karena dikasih ama pacar pas tanggal #14Februari ya? Emangnya yakin dia cuma ngasih kamu doang? *ups

yakin? Tau darimana? Bisa aja dia ngasih coklat ke pacarnya yang lain sebelum/sesudah kamu. *ups #14Februari

buat yang cowok nih. Kamu ngasih coklat ke pacar kamu setiap #14Februari ? Kamu pelit atau nggak modal sih? *ups

buat yang cewek. Hati-hati tuh ama cowoknya. Ntar jangan-jangan coklatnya diselipin "cinta" kayak "permen cinta" lagi. *ups #14Februari

Ooh kamu bangga aja gitu ngasih hadiah ke pacar kamu tanggal #14Februari? Aku tanya deh. Udah pernah ngasih sesuatu ke ibu & ayah mu belum? Ibu & ayah kamu ngasih kamu makanan atau hadiah tiap hari nggak kamu kasih apa-apa. Lah pacar yang cuma ngasih setiap #14Februari dibanggain

Ooh jadi kamu senang kamu dikasih hadiah valentine ama pacar karena jarang-jarang dapat hadiah? Miris banget hidup kamu *ups #14Februari

Yang perlu kamu ingat, kamu udah dapat hadiah & cinta setiap hari dari sepasang manusia yang paling mencintai kamu. Ya. Dari orang tua kamu. #14Februari

Bagi kamu yang ortunya udah "pulang" duluan,tenang aja. Cinta orang tua selalu ada kok. Buktinya kamu masih bisa bertahan hidup. #14Februari

buat yang cewek lagi nih. Yakin yang ngasih kamu hadiah valentine itu bakal jadi suami kamu? Bisa jadi suami orang lain tuh dia. #14Februari

buat yang cowok lagi. Yakin itu ceweknya yg dikasih hadiah valentine bakal dijadiin istri? Jangan nge-php-in anak gadis orang bro. #14Februari

cieee yang panas ngebaca postingan aku tentang #14Februari . Kesindir ya? Syukur deh. Berarti kamu masih punya kesempatan buat "sadar". *ups

ciee yang ngaku nggak panas ngebaca post aku tentang #14Februari . Siap-siap aja diputusin pacarnya. Mana tau pacarnya udah "sadar" duluan. *ups

ciee yang pura-pura nggak peduli ama postingan aku tentang #14Februari . Yakin bener-bener nggak ngebaca? Atau sebenernya setuju? *ups

Udahan dulu postingan tentang #14Februari nya. Mau siap-siap ngejalanin amanah yang sudah siap dieksekusi hari ini. Buat yang diputusin pacarnya, selamat ya :D itu artinya kalian berpotensi untuk jadi lebih baik. Aamiin. (^_^)

Sunday 9 December 2012

Nyesel Ente Kalo Nggak Baca Soal Jilbab

Lima bungkus Dadar Guling dihidangkan di warung kopi. Perbincangan hangat dimulai.
“Kyai, kenapa sih masih ngotot wanita harus pake jilbab?”
“Lha, kok sampeyan nanya gitu?”
“Jilbab itu kan, budaya Arab?”
“Lha, kok sampeyan bisa bilang gitu?”
“Kenyataannya begitu.”
“Terus, kalo saya bilang jilbab itu syari’at, sampean mau apa?”
“Jilbab itu kan dipake khusus buat shalat atau ke pengajian. Kalau di tempat umum ya mesti dibuka. Bego aja kebalik-balik.”
“Itu kan kata sampeyan. Saya aja engga ngotot sampeyan sebut jilbab sebagi budaya Arab.”
“Pakaian itu penggunaannya bersifat situasional. Kalau mau pergi mengaji ya pakai jilbab. Kalau mau berenang ya pakai baju renang. Masa renang pake mukena. Segampang itu kok nggak paham.”
“Emang, siapa yang berenang pake mukena?”
“Itu kan tamsil. Masing-masing pakaian ada tempatnya.”
“Astaghfirulllah. Eh, sampeyan boleh tidak setuju kalo jilbab itu bukan syari’at. Silahkan saja isteri dan anak-anak gadis sampeyan disuruh telanjang juga masa bodoh. Itu hak sampeyan. Tapi sebagai muslim terpelajar, omongan sampeyan justeru seperti orang yang tidak pernah “makan bangku” sekolahan.”
“Rata-rata orang yang berpikiran kolot emang kaya gitu. Pemikirannya bukan level saya.”
“Ya terserah. Lagian, banyak kok orang Islam yang lebih percaya penjelasan mufassir selevel Imam Al-Qurthubi, Ibnu Katsir, An-Nasafi, AlBaidhowy atau Abu Su’ud. Ane juga lebih percaya penafsiran sahabat selevel Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas atau Ibnu Sirin daripada ocehan sampeyan.”
“He he he ... ya terserah Kyai lah. Jilbab kan hanya bungkus. Yang penting kan isi dan substansinya. Yang penting jadi orang baik.”

Kyai Adung mencomot sepotong dari lima potong Dadar Gulir yang masih berbungkus plastik. Tapi bukan untuk dicaplok dan dikunyah, namun diletakkan lagi di atas piring hidangan. Beberapa menit kemudian satu dua Laler Ijo datang dan nemplok di atas Dadar Guling itu. Makin lama, makin banyak Laler Ijo yang nemplok. Nampak sekali Laler Ijo itu menikmatinya lahap sekali. Dalam hati, Laler Ijo itu berucap terima kasih kepada orang yang sudah dengan senang hati membuka bungkus plastiknya. Sebab sejak tadi, air liur Laler Ijo itu sudah banjir dan cuman ngeces karena setiap kali dia hinggap di atasnya, bungkus plastiklah yang dihisapnya.
“Monggo,” kata kyai Adung menawarkan Dadar Guling pada rekannya itu. Tanpa sungkan, orang itu mengambil satu Dadar Guling yang masih terbungkus plastik, membuka dan melahapnya.
“Ane bolah tanya,” kata kyai Adung.
“Silahkan,” jawab orang itu mantap.
“Mengapa sampeyan tidak mengambil Dadar Guling yang sudah saya buka? Kan enak, sampeyan tinggal caplok tanpa repot membuka bungkusnya dulu.”
“Ih, jijik saya. Masa saya harus makan Dadar Guling yang sudah dikerubungi Laler Ijo? Kyai saja kalo berkenan.”
“Loh, apa salahnya? Plastik kan hanya sebatas bungkusan. Yang penting kan isi dan substansinya!”
“Ini kan pilihan saya. Saya merasa aman dengan Dadar Guling yang masih ada bungkusnya.”
“Nah, kalo begitu, biarkan orang-orang yang pake jilbab itu menjalankan pilihannya. Ndak usah dibilang bego dan kebalik-balik. Lha urusan Dadar Guling saja, sampeyan demen yang masih rapet!”

Twew! Orang itu merasa omongannya nemplok ke mukanya sendiri. Dia nampak kikuk logiknya dibalikin logika kyai Adung. Buru-buru dia meraih lagi Dadar Guling yang masih tersisa. Barangkali untuk menutupi rasa kikuknya. Tapi naas, tiga buah dadar Guling yang masih terbungkus plastik sudah pindah di genggaman Kyai Adung. Sementara tangannya sudah terlanjur mencomot Dadar Guling telanjang yang sudah dikerubungi Laler Ijo. Kekekekek, dasar jail. Kyai Adung malah siul-siul terus mengunyah Dadar Guling, menyeruput kopi pesanannya dan pura-pura tidak tahu aksi orang di sampingnya itu.

#i don't know the picture that i have to take in , cause every "Hijab-er" is nice to me .. :)







Tuesday 27 November 2012

Kenapa Malu Dikenal Sebagai Aktivis Dakwah?

Bismillahirrahmaanirrahiim...
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ini adalah sebuah kisah yang ana ilhami dari sebuah kisah nyata.

---

Sewaktu SMA, Fede dikenal sebagai seorang aktivis dakwah. Dia dikenal sebagai seorang yang aktif dan berani bersuara untuk menjaga teman-temannya tidak melenceng dari aturan agama Islam yang sebenarnya (tentunya dengan cara yang lembut). Dia dikenal "kuat luar-dalam" di bidang agama. Meski dia sendiri merasa masih sungguh sangat lemah.

Kini dia telah menapak selangkah lebih jauh dalam tingkat kependidikannya, yaitu kuliah. Alhamdulillah, dia diterima di sebuah universitas negeri yang cukup ternama. Dia lega. Karena keinginannya telah tercapai. Akan tetapi, ada satu hal yang mengganjal di dalam hati nya. "Apakah aku akan mampu untuk tetap seperti ini (menjadi aktivis)?". Di satu sisi dia sangat ingin untuk tetap dikenal sebagai aktivis. Akan tetapi di sisi lain dia kawatir apakah kelak teman-temannya di kampus akan menerima statusnya sebagai kader dakwah. Pertanyaan ini terus berkecamuk di dalam pikirannya. Hingga akhirnya masa perkuliahan pun tiba.

Ketika di kampus, dia mendapati salah seorang dari teman-teman kampusnya adalah ikhwah dari Rohis SMA lain yang bernama Fides. Kembali, ada hal aneh yang berkecamuk di dalam dirinya. Di satu sisi dia senang karena ada teman yang sudah dikenal cukup dekat, namun di sisi lain dia juga takut identitasnya dulu sebagai ADS (Aktivis Dakwah Sekolah) terbongkar.

Masa perkenalan mahasiswapun selesai. Identitas Fede sebagai mantan ADS masih belum terbongkar (hanya Fides yang terang-terangan menampakkan diri sebagai kader dakwah) dan dia mendapati dirinya diterima dengan sangat baik oleh teman-teman barunya itu. Di kalangan teman-teman barunya itu Fede dikenal sebagai sosok yang humoris dan supel tanpa ada tanda-tanda sebagai mantan ADS. Di suatu waktu, ketika Fede tengah berjalan bersama Fides dan beberapa teman-teman barunya itu, dia melihat selebaran yang menarik perhatiannya. Selebaran itu menerangkan bahwa akan ada pengajian kader dakwah kampus. Beberapa teman-teman barunya itu kaget melihat tingkah Fede. Sontak, salah seorang dari mereka, yang bernama Teufel, bertanya,"Lu aktivis dakwah,bro?". Fede pun kaget. "Akh! Kenapa aku tertarik dengan selebaran ini!? Identitasku di SMA dulu bisa ketahuan!". Dengan gugup dia menjawab,"Nggak. Mana mungkin orang macam gue aktivis dakwah. Hahahahaha...". Teufel dan yang lainnya pun percaya. Fides, yang melihat kejadian ini secara langsung, kaget dan heran. Namun dia cukup dewasa untuk diam dulu menunggu waktu yang tepat untuk bertanya pada Fede.

Sepulang dari kuliah di hari itu, Fides pun langsung menemui Fede yang sedang duduk-duduk di saung tempat mahasiswa yang sedang menunggu jam kuliah duduk-duduk.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Eh, ente Des."

"Iya akhi. Khaifa haluka?"

Fede tampak seperti ketakutan. Dia takut ada yang mendengar percakapan ini dan identitasnya ketahuan. Dia pun berkata,

"Maaf Des. Tolong jangan pakai bahasa aktivis di sini. Gue nggak mau dikenal sebagai aktivis."

"Lho? Memangnya kenapa, akhi?"

"Gue takut ntar tu anak-anak pada ngejauhin gue karena identitas ADS itu.""Lah? Kok gitu toh? Emangnya identitas sebagai mantan ADS itu memalukan buat anta?"

"Bukan. Bukan gitu maksud gue, Des. Tapi lu liat aja tuh anak-anak pada kaget kan waktu ngeliat gue tertarik ama selebaran pengajian itu? Nah, itu baru ngeliat gue baca selebaran doang lho. Apalagi kalau mereka sampai tau kalau gue ini mantan ADS! Bisa-bisa gue dijauhin. Dianggap teroris segala kali."

"Astaghfirullah. Akhi, sudahkan anta istighfar? Begini akhi, ana sungguh tidak mengerti jalan pikiran ente. Kalau ente menganggap identitas ADS itu bukanlah hal yang memalukan, lantas kenapa ente malu kalau mereka tau ente itu mantan ADS? Terus, ente tadi bilang takut mereka ngejauh. Akhi, ane yakin ente udah tau hadits mutafaq ‘alaih yang diriwayatkan dari AbûHurairah. Di sana disebutkan bahwa,'Rasulullah saw. bersabda: Allah Swt. berfirman, “Aku tergantung prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Aku bersamanya ketika dia mengingat-Ku. Apabila dia mengingat-Ku dalam dirinya, niscaya Aku juga akan mengingatnya dalam diri-Ku. Apabila dia mengingat-Ku dalam suatu kaum, niscaya Aku juga akan mengingatnya dalam suatu kaum yang lebih baik daripada mereka. Apabila dia mendekati-Ku dalam jarak sejengkal, niscaya Aku akan mendekatinya dengan jarak sehasta. Apabila dia mendekati-Ku sehasta, niscaya Aku akan mendekatinya dengan jarak sedepa. Apabila dia datang kepada-Ku dalam keadaan berjalan,...'"

"'...niscaya Aku akan datang kepadanya dalam keadaan berlari.'", lanjut Fede.

"Nah itu ente masih hafal. Ingat akhi! Allah sendiri yang berjanji jika kita mendekati-Nya dengan berjalan, Dia akan mendatangi kita dengan berlari. Nah, dengan dikenalnya kita sebagai mantan ADS, kita akan lebih terjaga diantara teman-teman baru kita itu. Mereka tentu akan menjaga jarak, tapi mereka menjaga jarak karena menghormati kita yang merupakan aktivis. Mereka (yang akhwat) tentu akan berpikir panjang untuk menyentuh kita."

Fede pun nampak berpikir keras. Benar apa yang dikatakan oleh Fides. Semenjak dia berada di dunia kuliah ini, dia mendapati dirinya sangat susah untuk tidak bersentuhan dengan yang bukan mahramnya. Meskipun dia tidak ingin dikenal sebagai mantan ADS, dia tentu tidak melupakan ilmu-ilmu yang telah didapatnya selama menjadi ADS. Dia tentu takut akan dosa. Namun, tetap saja masih ada sisi dirinya yang menolak kebenaran-kebanaran ini.

"Tapi Des, ntar kalau nyatanya mereka ngejauhin gue gimana? Gue mau temenan ama siapa coba?""*geleng-geleng kepala* akhi, emangnya yang bisa jadi teman ente cuma mereka? Jika mereka tidak bisa menerima keadaan ente yang merupakan mantan ADS, ya sudah. Biarkan saja. Itu artinya mereka berpotensi untuk ente jadikan ladang dakwah. Lagian, Allah selalu bersama pejuang agama-Nya,akhi. Kalau Allah saja sudah bersama kita, lantas apalagi yang harus kita risaukan? Punya teman manusia? Perkara kecil itu mah bagi Allah."Sekali lagi. Benar apa yang dikatakan Fides. Dan kali ini, hati nurani Fede pun benar-benar tercerahkan. Dia pun tersenyum kepada sahabatnya itu seraya berkata,

"Syukran akhi. Ente udah ngebantu ane kembali ke jalan yang bener. Ane nggak bakal malu dikenal sebagai mantan ADS. Eh, kita jadi ADK (Aktivis Dakwah Kampus) yuk. Kepalang tanggung mah. Hahahaha...".

"Count me in, akhi. Hahahaha..."

Sejak hari itu, Fede pun tetap bertingkah seperti biasanya. Hanya saja, dia tidak segan-segan lagi untuk bersikap selayaknya mantan ADS yang tegas namun lembut dalam pengakkan hukum Islam di kalangan teman-temannya.



---


Sekian sepenggal kisah ini. Afwan jika ada salah dan kurang atau mungkin kepanjangan. Ditunggu kritik, saran, dan tambahannya ya akhi wa ukhti.

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

(^_^)


Sumber hadits: http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/2072508-berdzikir-kepada-allah/#ixzz2AyyZzHK7


Thursday 1 November 2012

Tangan Paling Panjang

Pada suatu hari, ketika Rasulullah SAW. tiba di halaman Masjid, seorang Arab Badui mencegat beliau seraya berkata, “Ya Muhammad. Berikanlah padaku harta Allah yang ada padamu.”. Karena saat itu yang dimiliki Nabi SAW. hanyalah jubah yang tengah dipakainya, sambil tersenyum Rasulullah melepas jubah yang dikenakannya itu dan memberikannya kepada lelaki itu.
***
Beberapa hari sebelum wafat, Nabi Muhammad SAW. menunjukkan tanda-tanda khusus yang belum pernah disaksikan oleh para anggoa keluarga dan sahabat-sahabat beliau. Suatu hari Rasulullah ditanya oleh para istrinya, “Siapakah diantara kami yang pertama kali akan menemui engkau kelak?”. Dengan suara bergetar hati Nabi SAW. menjawab, “Tangan siapa diantra kalian yang lebih panjang, itulah yang lebih dahulu menemuiku.”.
Sontak para istri beliau langsung membandingkan tangan-tangan mereka satu sama lain. Mereka menduga bahwa Saudah-lah yang akan lebih dahulu meninggal karena tangannya lah yang paling panjang, sebab dialah yang paling tinggi dan besar.
Sekitar 10 tahun setelah Nabi SAW. wafat, Zainab wafat. Di antara para istri Nabi, Zainab memiliki perawakan yang paling kecil. Semasa hidup, Zainab juga dijuluki “Ibu Kaum Miskin” karena begitu dekat dan pemurah kepada orang miskin. Tahulah para istri Nabi bahwa yang dimaksud tangan yang paling panjang oleh Nabi Muhammad SAW. adalah orang yang gemar memberi sedekah kepada fakir miskin.

***
Suatu kali para sahabat menemukan Ali bin Abi Thalib sedang terisak menangis. Ketika ditanya mengapa gerangan beliau menangis, orang yang penuh kemuliaan itu berkata, “Sudah satu minggu tak ada seorang tamu pun yang datang kepadaku. Aku takut Allah sedang menghinakan aku.”.

Ibnu Rafi’ pernah pula berkata, “Pada suatu hari raya, aku menemukan Ali bin Abi Thalib sedang duduk. Di sebelahnya ada sebuah kantung yang diikat erat-erat. Aku mengira isinya pasti perhiasan yang mahal-mahal. Tapi ketika Ali membukanya, aku nyaris tidak percaya dengan apa yang ku lihat. Bungkusan itu Cuma berisi roti kering yang maling paling rakuspun takkan mau mencurinya.
Kemudian roti itu dilembutkan dengan air. Ketika kutanya mengapa kantung yang cuma berisi roti kering itu diikat begitu rupa? Ali menjawab, ‘Agar anak-anakku tidak membuka dan menggantinya dengan roti yang halus dan mengandung mentega.’. Aku bertanya heran, ‘Apakah Allah melarang anda menikmati makanan yang lebih baik?’, Ali menjawab,’Sama sekali tidak. Aku hanya ingin memakan makanan rakyat yang paling miskin. Aku baru akan mengubah makananku setelah aku bisa memperbaiki taraf hidup dan nilai makan mereka.’”.

(disadur dari Koran Singgalang)

*****

Begitulah sahabatku,, kisah-kisah para pemimpin mulia beberapa abad silam yang kini mungkin hanya tinggal kisah yang diceritakan saja…. Sikap tawadhu dan kesederhanaan sungguh sudah sangat jauh dari para pemimpin kita saat ini. Kini para pemimpin itu tak ada habisnya meminta fasilitas yang berlebihan sementara rakyat yang mereka pimpin sengsara. Terlunta-lunta. Naudzubillah.

Semoga kita semua dapat mengambil hikmah dari kisah-kisah di atas….

Assalamu’alaikum…..
(^_^)