Bismillahirrahmaanirrahiim...
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh ya akhi.
Kali ini ana ingin berbagi sedikit ilmu lagi nih. Yaitu tentang "Hukum Mengedarkan Kotak Infaq Sewaktu Khutbah Jum'at". Oke, let's begin.
Kita semua (para ikhwan/laki-laki/pria muslim) pastinya tau ibadah wajib kita di hari Jum'at. Ya. Tentu saja Shalat Jum'at.
Seperti yang kita ketahui juga, bahwa ketika shalat Jum'at itu akan diawali dengan khutbah. Sebagai ilmu untuk bersama saja akhi, bahkan para malaikat pun menutup buku catatannya untuk mendengarkan khutbah.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallah ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
فَإِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ حَضَرَتْ الْمَلَائِكَةُ يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ
“Maka apabila imam telah keluar (dan memulai khutbah), malaikat hadir dan ikut mendengarkan dzikir (khutbah).” (Muttafaq ‘alaih; al Bukhari no. 881 dan Muslim no. 850)
Nah, dari hadits ini kita bisa menarik kesimpulan bahwa malaikat menutup buku catatan mereka dan tidak akan mencatat tambahan pahala bagi umat muslim yang datang (memasuki Masjid untuk shalat Jum'at) setelah Imam/Khatib naik mimbar. Kalau kurang yakin, masih ada dalil lainnya:
Masih dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِذَا كَانَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ كَانَ عَلَى كُلِّ بَابٍ مِنْ أَبْوَابِ الْمَسْجِدِ الْمَلَائِكَةُ يَكْتُبُونَ الْأَوَّلَ فَالْأَوَّلَ فَإِذَا جَلَسَ الْإِمَامُ طَوَوْا الصُّحُفَ وَجَاءُوا يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ
“Apabila hari Jum’at tiba, pada pintu-pintu masjid terdapat para Malaikat yang mencatat urutan orang datang, yang pertama dicatat pertama. Jika imam duduk, merekapun menutup buku catatan, dan ikut mendengarkan khutbah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Ghalib, Abu Umamah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallambersabda,
“Para Malaikat duduk pada hari Jum’at di depan pintu masjid dengan membawa buku catatan untuk mencatat (orang-orang yang masuk masjid). Jika imam keluar (dari rumahnya untuk shalat Jum’at), maka buku catatan itu dilipat.”
Kemudian Abu Ghalib bertanya, “wahai Abu Umamah, bukankah orang yang datang sesudah imam keluar mendapat Jum’at? Ia menjawab, “tentu, tetapi ia tidak termasuk golongan yang dicatat dalam buku catatan.” (Dihasankan oleh Syaikh al Albani rahimahullah dalam Shahih al Targhib, no. 710)
Itulah dia tentang keutamaan datang di awal waktu untuk shalat.
Selanjutnya adalah tentang hal yang lebih utama untuk dilakukan saat mendengarkan khutbah. Seperti yang sama-sama kita ketahui, bahwasanya saat mendengarkan khutbah Jum'at itu kita dilarang untuk melakukan hal-hal yang sia-sia dan mengganggu/merusak kekhusyukan kita. Contohnya mengobrol dengan teman.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ وَزِيَادَةُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا
“Barangsiapa berwudlu, lalu memperbagus (menyempurnakan) wudlunya, kemudian mendatangi shalat Jum’at dan dilanjutkan mendengarkan dan memperhatikan khutbah, maka dia akan diberikan ampunan atas dosa-dosa yang dilakukan pada hari itu sampai dengan hari Jum’at berikutnya dan ditambah tiga hari sesudahnya. Barangsiapa bermain-main krikil, maka sia-sialah Jum’atnya.” (HR. Muslim)
Imam an Nawawi rahimahullah menjelaskan dalam Syarh Shahih Muslim, “dalam hadits tersebut terdapat larangan memegang-megang krikil dan lainnya dari hal yang tak berguna pada waktu khutbah. Di dalamnya terdapat isyarat agar menghadapkan hati dan anggota badan untuk mendengarkan khutbah. Sedangkan makna lagha (perbuatan sia-sia) adalah perbuatan batil yang tercela dan hilang pahalanya.”
Diriwayatkan dalam Shahihain, dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَنْصِتْ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ
“Jika engkau berkata pada temanmu pada hari Jum’at, “Diamlah!”, sewaktu imam berkhutbah, berarti kemu telah berbuat sia-sia.” (Muttafaq ‘Alaih, lafadz milik al Bukhari)
Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari berkata, “dalam hadits ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallamtelah menetapkan bahwa memerintahkan diam saat khutbah adalah bentuk lahwun, walaupun bentuknya perintah yang ma’ruf dan melarang dari yang munkar. Hadits ini juga menunjukkan bahwa setiap perkataan yang mengganggu dari mendengarkan khutbah, hukumnya lahwun. Dan bila ingin memerintahkan diam orang yang bicara, dengan isyarat.”
Beliau menambahkan, “Hadits di atas dijadikan dalil larangan terhadap seluruh macam perkataan pada saat khutbah, dan demikian itu pendapat mayoritas ulama terhadap orang yang mendengarkan khutbah.”
Sedangkan makna laghauta, menurut Imam al Shan’ani dalam Subulus Salam, “. . . makna yang paling mendekati kebenaran adalah pendapat Ibnul Muniir, yaitu yang tidak memiliki nilai baik. Adapula yang mengatakan, (maknanya) batal keutamaan (pahala-pahala) Jum’atmu dan nilainya seperti shalat Dzhuhur.”
Dari Ibnu ‘Abbas radliyallah ‘anhu bercerita, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ تَكَلَّمَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَهُوَ كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا وَاَلَّذِي يَقُولُ لَهُ : أَنْصِتْ لَيْسَتْ لَهُ جُمُعَةٌ
“Siapa yang berbicara pada hari Jum’at, padahal imam sedang berkhutbah, maka dia seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Dan orang berkata kepada (saudara)-nya, ‘diamlah!’, tidak ada Jum’at baginya.” (HR. Ahmad, dengan sanad la ba-tsa bih).
Maksud dari penyerupaan orang yang berbicara saat imam berkhutbah dengan keledai yang membawa kitab yang tebal-tebal adalah karena dia tidak mendapat manfaat yang besar, padahal dia telah susah-susah datang dan capek untuk sampai ke masjid.
Sedangkan Makna “tidak ada Jum’atan baginya” berarti dia tidak mendapatkan Jum’at secara sempurna. Nilai Shalat Jum’atnya seperti shalat Dzuhur. (lihat Fathul Baari: II/184 dan Subulus Salam: III/172)
Makna “tidak ada Jum’atan baginya” berarti dia tidak mendapatkan Jum’at secara sempurna. Nilai Shalat Jum’atnya seperti shalat Dzuhur.
Nah, itulah dia ulasan tentang hal-hal yang dilarang sewaktu mendengarkan khutbah Jum'at.
Lantas apa hubungannya dengan mengedarkan kotak infaq sewaktu khutbah Jum'at? Akhi, dari ulasan di atas sangat jelas sikap yang harus dilakukan oleh Jama’ah Jum’ah, yaitu diam dan mendengarkan khutbah yang disampaikan imam dengan seksama. Sehingga dia bisa mengambil manfaat dari khutbah yang disampaikan. Jangan dia berbicara kepada kawannya atau melakukan perbuatan yang bisa mengganggu dari mendengarkan dan memperhatikan khutbah. Tidak ada hal-hal sia-sia yang boleh dilakukan.
Namun fakta di lapangan berkata lain. Di kebanyakan Masjid, kotak infaq diedarkan ketika Khatib sedang naik mimbar dan sedang menyampaikan khutbahnya. Ini jelas sebuah kesalahan besar karena dapat mengganggu kekhusyukan ibadah mendengarkan khutbah tersebut. Bahkan di beberapa Masjid lebih parah lagi. Yaitu kotak amal diedarkan oleh petugas. Ia berdiri saat khutbah kedua untuk menjalankan kotak amal kepada Jama’ah, shaf demi shaf. Maka ia telah melakukan kesalahan besar, tapi merasa telah berbuat kebaikan.
Dalam hal ini, kesalahan bukan hanya dilakukan oleh petugas tadi. Tapi juga oleh orang yang berinfaq. Karena melakukan kegiatan yang menyibukkan dari memperhatikan khutbah. Ia memasukkan tangannya ke saku, mengeluarkan uang, dan memasukkannya ke kotak amal. Ini adalah perbuatan sia-sia yang dilarang pada saat imam berkhutbah.
Imam Muslim meriwayatkan dalam shahihnya, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa mengusap-usap kerikil, maka ia telah melakukan yang sia-sia.”
Jika sekedar mengusap-ngusap kerikil atau tikarnya saja dinilai sia-sia, lalu bagaimana dengan orang yang berdiri mengedarkan kotak infak atau sibuk memindahkan atau menjalankannya ke sampingnya? Lalu bagaimana juga dengan kondisi orang yang sibuk mengambil uang di sakunya, mengeluarkannya, lalu memasukkan ke kotak amal? Tentu jauh lebih dianggap sia-sia. (Syaikh Wahid Abdul Salam Bali dalam Al Kalimaat al Naafi’ah fi Akhtha’ al Sya-i’ah -diterjemahkan dengan 474 Kesalahan Umum dalam akidah dan Ibadah beserta koreksinya- hal. 349). Maka tidak akan didapatkannya "Jum'at" nya itu.
Jadi kesimpulannya, Hukum Mengedarkan Kotak Infaq Sewaktu Khutbah Jum'at adalah tidak boleh karena dapat mengganggu kekhusyukan dalam beribadah. Akibatnya, orang yang melakukan kesalahan ini akan kehilangan keutamaan shalat Jum’at. Ibadah Jum’atnya seperti melaksanakan shalat dzuhur.
Sebagai gantinya kan kotak amal bisa diletakkan di samping pintu sehingga setiap orang yang ingin bersedekah bisa memanfaatkannya, baik sebelum khutbah dimulai atau sesudah shalat Jum'at.
Wallahu'alam..
afwan jika ada yang kurang berkenan (^_^)
Kritik dan sarannya ditunggu ya akhi wa ukhti.
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Sumber:
http://www.siejelex.net/hukum-edarkan-kotak-infaq-pada-saat-khutbah-jumat/
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh ya akhi.
Kali ini ana ingin berbagi sedikit ilmu lagi nih. Yaitu tentang "Hukum Mengedarkan Kotak Infaq Sewaktu Khutbah Jum'at". Oke, let's begin.
Kita semua (para ikhwan/laki-laki/pria muslim) pastinya tau ibadah wajib kita di hari Jum'at. Ya. Tentu saja Shalat Jum'at.
Seperti yang kita ketahui juga, bahwa ketika shalat Jum'at itu akan diawali dengan khutbah. Sebagai ilmu untuk bersama saja akhi, bahkan para malaikat pun menutup buku catatannya untuk mendengarkan khutbah.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallah ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
فَإِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ حَضَرَتْ الْمَلَائِكَةُ يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ
“Maka apabila imam telah keluar (dan memulai khutbah), malaikat hadir dan ikut mendengarkan dzikir (khutbah).” (Muttafaq ‘alaih; al Bukhari no. 881 dan Muslim no. 850)
Nah, dari hadits ini kita bisa menarik kesimpulan bahwa malaikat menutup buku catatan mereka dan tidak akan mencatat tambahan pahala bagi umat muslim yang datang (memasuki Masjid untuk shalat Jum'at) setelah Imam/Khatib naik mimbar. Kalau kurang yakin, masih ada dalil lainnya:
Masih dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِذَا كَانَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ كَانَ عَلَى كُلِّ بَابٍ مِنْ أَبْوَابِ الْمَسْجِدِ الْمَلَائِكَةُ يَكْتُبُونَ الْأَوَّلَ فَالْأَوَّلَ فَإِذَا جَلَسَ الْإِمَامُ طَوَوْا الصُّحُفَ وَجَاءُوا يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ
“Apabila hari Jum’at tiba, pada pintu-pintu masjid terdapat para Malaikat yang mencatat urutan orang datang, yang pertama dicatat pertama. Jika imam duduk, merekapun menutup buku catatan, dan ikut mendengarkan khutbah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Ghalib, Abu Umamah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallambersabda,
“Para Malaikat duduk pada hari Jum’at di depan pintu masjid dengan membawa buku catatan untuk mencatat (orang-orang yang masuk masjid). Jika imam keluar (dari rumahnya untuk shalat Jum’at), maka buku catatan itu dilipat.”
Kemudian Abu Ghalib bertanya, “wahai Abu Umamah, bukankah orang yang datang sesudah imam keluar mendapat Jum’at? Ia menjawab, “tentu, tetapi ia tidak termasuk golongan yang dicatat dalam buku catatan.” (Dihasankan oleh Syaikh al Albani rahimahullah dalam Shahih al Targhib, no. 710)
Itulah dia tentang keutamaan datang di awal waktu untuk shalat.
Selanjutnya adalah tentang hal yang lebih utama untuk dilakukan saat mendengarkan khutbah. Seperti yang sama-sama kita ketahui, bahwasanya saat mendengarkan khutbah Jum'at itu kita dilarang untuk melakukan hal-hal yang sia-sia dan mengganggu/merusak kekhusyukan kita. Contohnya mengobrol dengan teman.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ وَزِيَادَةُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا
“Barangsiapa berwudlu, lalu memperbagus (menyempurnakan) wudlunya, kemudian mendatangi shalat Jum’at dan dilanjutkan mendengarkan dan memperhatikan khutbah, maka dia akan diberikan ampunan atas dosa-dosa yang dilakukan pada hari itu sampai dengan hari Jum’at berikutnya dan ditambah tiga hari sesudahnya. Barangsiapa bermain-main krikil, maka sia-sialah Jum’atnya.” (HR. Muslim)
Imam an Nawawi rahimahullah menjelaskan dalam Syarh Shahih Muslim, “dalam hadits tersebut terdapat larangan memegang-megang krikil dan lainnya dari hal yang tak berguna pada waktu khutbah. Di dalamnya terdapat isyarat agar menghadapkan hati dan anggota badan untuk mendengarkan khutbah. Sedangkan makna lagha (perbuatan sia-sia) adalah perbuatan batil yang tercela dan hilang pahalanya.”
Diriwayatkan dalam Shahihain, dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَنْصِتْ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ
“Jika engkau berkata pada temanmu pada hari Jum’at, “Diamlah!”, sewaktu imam berkhutbah, berarti kemu telah berbuat sia-sia.” (Muttafaq ‘Alaih, lafadz milik al Bukhari)
Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari berkata, “dalam hadits ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallamtelah menetapkan bahwa memerintahkan diam saat khutbah adalah bentuk lahwun, walaupun bentuknya perintah yang ma’ruf dan melarang dari yang munkar. Hadits ini juga menunjukkan bahwa setiap perkataan yang mengganggu dari mendengarkan khutbah, hukumnya lahwun. Dan bila ingin memerintahkan diam orang yang bicara, dengan isyarat.”
Beliau menambahkan, “Hadits di atas dijadikan dalil larangan terhadap seluruh macam perkataan pada saat khutbah, dan demikian itu pendapat mayoritas ulama terhadap orang yang mendengarkan khutbah.”
Sedangkan makna laghauta, menurut Imam al Shan’ani dalam Subulus Salam, “. . . makna yang paling mendekati kebenaran adalah pendapat Ibnul Muniir, yaitu yang tidak memiliki nilai baik. Adapula yang mengatakan, (maknanya) batal keutamaan (pahala-pahala) Jum’atmu dan nilainya seperti shalat Dzhuhur.”
Dari Ibnu ‘Abbas radliyallah ‘anhu bercerita, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ تَكَلَّمَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَهُوَ كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا وَاَلَّذِي يَقُولُ لَهُ : أَنْصِتْ لَيْسَتْ لَهُ جُمُعَةٌ
“Siapa yang berbicara pada hari Jum’at, padahal imam sedang berkhutbah, maka dia seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Dan orang berkata kepada (saudara)-nya, ‘diamlah!’, tidak ada Jum’at baginya.” (HR. Ahmad, dengan sanad la ba-tsa bih).
Maksud dari penyerupaan orang yang berbicara saat imam berkhutbah dengan keledai yang membawa kitab yang tebal-tebal adalah karena dia tidak mendapat manfaat yang besar, padahal dia telah susah-susah datang dan capek untuk sampai ke masjid.
Sedangkan Makna “tidak ada Jum’atan baginya” berarti dia tidak mendapatkan Jum’at secara sempurna. Nilai Shalat Jum’atnya seperti shalat Dzuhur. (lihat Fathul Baari: II/184 dan Subulus Salam: III/172)
Makna “tidak ada Jum’atan baginya” berarti dia tidak mendapatkan Jum’at secara sempurna. Nilai Shalat Jum’atnya seperti shalat Dzuhur.
Nah, itulah dia ulasan tentang hal-hal yang dilarang sewaktu mendengarkan khutbah Jum'at.
Lantas apa hubungannya dengan mengedarkan kotak infaq sewaktu khutbah Jum'at? Akhi, dari ulasan di atas sangat jelas sikap yang harus dilakukan oleh Jama’ah Jum’ah, yaitu diam dan mendengarkan khutbah yang disampaikan imam dengan seksama. Sehingga dia bisa mengambil manfaat dari khutbah yang disampaikan. Jangan dia berbicara kepada kawannya atau melakukan perbuatan yang bisa mengganggu dari mendengarkan dan memperhatikan khutbah. Tidak ada hal-hal sia-sia yang boleh dilakukan.
Namun fakta di lapangan berkata lain. Di kebanyakan Masjid, kotak infaq diedarkan ketika Khatib sedang naik mimbar dan sedang menyampaikan khutbahnya. Ini jelas sebuah kesalahan besar karena dapat mengganggu kekhusyukan ibadah mendengarkan khutbah tersebut. Bahkan di beberapa Masjid lebih parah lagi. Yaitu kotak amal diedarkan oleh petugas. Ia berdiri saat khutbah kedua untuk menjalankan kotak amal kepada Jama’ah, shaf demi shaf. Maka ia telah melakukan kesalahan besar, tapi merasa telah berbuat kebaikan.
Dalam hal ini, kesalahan bukan hanya dilakukan oleh petugas tadi. Tapi juga oleh orang yang berinfaq. Karena melakukan kegiatan yang menyibukkan dari memperhatikan khutbah. Ia memasukkan tangannya ke saku, mengeluarkan uang, dan memasukkannya ke kotak amal. Ini adalah perbuatan sia-sia yang dilarang pada saat imam berkhutbah.
Imam Muslim meriwayatkan dalam shahihnya, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa mengusap-usap kerikil, maka ia telah melakukan yang sia-sia.”
Jika sekedar mengusap-ngusap kerikil atau tikarnya saja dinilai sia-sia, lalu bagaimana dengan orang yang berdiri mengedarkan kotak infak atau sibuk memindahkan atau menjalankannya ke sampingnya? Lalu bagaimana juga dengan kondisi orang yang sibuk mengambil uang di sakunya, mengeluarkannya, lalu memasukkan ke kotak amal? Tentu jauh lebih dianggap sia-sia. (Syaikh Wahid Abdul Salam Bali dalam Al Kalimaat al Naafi’ah fi Akhtha’ al Sya-i’ah -diterjemahkan dengan 474 Kesalahan Umum dalam akidah dan Ibadah beserta koreksinya- hal. 349). Maka tidak akan didapatkannya "Jum'at" nya itu.
Jadi kesimpulannya, Hukum Mengedarkan Kotak Infaq Sewaktu Khutbah Jum'at adalah tidak boleh karena dapat mengganggu kekhusyukan dalam beribadah. Akibatnya, orang yang melakukan kesalahan ini akan kehilangan keutamaan shalat Jum’at. Ibadah Jum’atnya seperti melaksanakan shalat dzuhur.
Sebagai gantinya kan kotak amal bisa diletakkan di samping pintu sehingga setiap orang yang ingin bersedekah bisa memanfaatkannya, baik sebelum khutbah dimulai atau sesudah shalat Jum'at.
Wallahu'alam..
afwan jika ada yang kurang berkenan (^_^)
Kritik dan sarannya ditunggu ya akhi wa ukhti.
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Sumber:
http://www.siejelex.net/hukum-edarkan-kotak-infaq-pada-saat-khutbah-jumat/
No comments:
Post a Comment